LOVE, LIFE, LIE “
BOLEHKAH AKU BERSEDIH?”
Hi, long time no see my blog. Aku kangen-kangen banget sama
kamu. There’s something big happen in my life, so aku hamper tidak ada waktu
untuk sekedar meluapkan apa yang di pikiran ataupun apa yang di rasain.
Bulan Februari 2017 menjadi bulan serta tahun yang berat, I lost
my hero, the beautiful one, the most caring and daring, the tough one, Angel
without wings My Mom.
How’s your feeling ketika dihadapkan secara langsung
sakratul maut orang yang amat mengerti dirimu, menyayangimu sepenuh hatinya,
orang yang sangat kamu sayangi. Hanya ada kamu dan kakakmu disana. Dimana kakakmu
memberitahumu bahwa kau harus mengiklaskannya daripada melihat orang itu lebih
menderita.
Menyangkal?
Menangis?
Ikhlas?
Saya melewati semuanya, awalnya saya menyangkal bahwa mama
sudah tidak ada, saya menyangkal bahwa ini bukan hari terakhirnya, saya percaya
mama kuat menghadapi penyakitnya dan kembali pulang kerumah. Tapi nyatanya saat
kakak percaya bahwa mama sedang menghadapi sakratul mautnya, tangannya perlahan
menyentuh pelan bahu ini, dan mengantarkannya dalam sebuah pelukan hangat
sambil berbisik “ika ikhlas kan? Mas tahu ika kuat, kita kuat” kata-katanya
yang sampai saat ini masih sering membuat diri ini tegar dan percaya kalau aku
kuat.
Namun seikhlas-ikhlasnya seseorang, ketika kehilangan
sesuatu yang paling berharga bagi dirinya, perasaan sedih pasti ada. Manusia kehilangan
uang yang semisalnya hanya 100 ribu saja sedihnya minta ampun apalagi ini
seorang ibu. Tangis ini pecah saat melihat jasad mama di masukkan ke liang
kubur, awalnya aku berusaha tegar namun akhirnya
hati ini, perasaan ini tidak kuat juga. Maaf ya mah ika menangis.
Selama lebih dari sebulan, diri ini berusaha untuk melakukan
segala sesuatu dengan normal, acknowledge bahwa mama disana sudah tenang, dan
dijaga oleh Allah SWT. Berusaha untuk lebih ikhlas dan terbiasa dengan proses
kehilangan ini.
Membuat bapak yang sekarang mesti aku lindungi tidak
bersedih, membuatnya tersenyum bahagia dan bangga atas anaknya.
Aku merasa sudah kuat dengan semua ini
Sampai
10 April 2017
Sekitar jam 8 malam, aku mendengar tangisan keponakan
kesayanganku menangis. Aku tahu dia memang sedang tidak enak badan, namun entah
kenapa tangisannya begitu memilukkan. Aku menanyakan perihal keadaannya.
Dan seperti bom yang di ledakkan tepat di dada
Aku merasa sakit sekali
Keponakanku mengingat sosok Mbah-nya
Ia selalu menyebutkan kata “mbah” di setiap isak tangisnya
Aku berusaha tegar sambil memberinya pengertian bahwa
neneknya sudah tenang disana , namun setegar-tegarnya pertahanan ini akhirnya
runtuh juga ketika ia mengatakan
“aku sering nakal sama mbah”
Kata-katanya mengingatkan aku terhadap satu permintaan mama
yang belum bisa aku penuhi.
Aku belum bisa dan sekarang tidak bisa mengenalkan calon suamiku
kelak, tidak bisa membuat mama duduk disampingku di pelaminan nanti dengan pria
yang aku cintai dan tentunya mencintaiku.
Aku memeluk keponakanku, berusaha menahan liquid bening ini
mengalir turun ke pipi, keponakanku sudah mulai berhenti terisak. Dan akhirnya
tertidur di kamarnya.
Dan malam itu juga, aku berusaha untuk tidak menjerit
menangis walau dalam hati sangat pedih. Aku tidak ingin membuat bapak khawatir
dengan keadaanku. Tapi aku tidak bisa, malam aku ke kamar bapak, mengetuk pintu
kamarnya.
Dengan mata lelah dan suara paraunya bapak bertanya “kenapa?
Mimpi buruk lagi?”
Aku menggeleng, lalu menyeruak ke pelukannya
“pak, ika inget mama” dan tangis lagi-lagi tidak bisa ku bending
Bapak tidak berkata apa-apa, dia hanya menepuk nepuk
punggungku, namun entah kenapa itu sangat menenangkan.
Jadi “bolehkah aku
bersedih?”
Aku pasti akan menjawab boleh, asal kesedihan itu tidak
membuatmu lupa dengan apa yang sekarang ada di hidupmu. Yeah, aku boleh
bersedih akan kepergian mama, tapi aku masih punya bapak, kakak, kakak ipar dan
keponakan yang harus aku jaga dengan baik.
11042017
Yang tercipta pasti akan kembali, sementara yang masih menjalani bisa mendoakannya saja, cheer up, you still have a long road in front of you
BalasHapus